Pantang Minta-minta, Mbah Tohari yang 104 Tahun Tetap Keliling Jualan Sabun
Meski sudah berusia 104 tahun, Atmo Tohari selalu bersemangat menempuh perjalanan yang sama belasan kilometer setiap hari.
Sejak pagi sampai menjelang malam, pria yang kerap disapa Mbah Tohari ini berkeliling dari kampung yang satu ke kampung lainnya dengan sepeda tuanya demi mendapatkan rupiah.
Mbah Tohari sudah tidak bisa mengayuh sepedanya itu. Tubuhnya sudah membungkuk, kulitnya keriput, dan ada alat pendengaran terpasang di kedua telinganya. Namun, tidak tampak raut putus asa di wajahnya.
"Saya ini sudah tua, sudah 104 tahun," ucap Mbah Tohari sembari tersenyum saat menyempatkan diri berbincang dengan Kompas.com, Kamis.
Mbah Tohari saat itu tengah melintas di jalan Desa Bulurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Di belakang sepeda itu terdapat tumpukan kardus yang berisi dagangan berupa barang-barang kebutuhan rumah tangga, mulai dari sabun mandi, pasta gigi, sampo, hingga sabun cuci.
Sementara itu, di setang depan sepedanya terdapat kantong-kantong berisi air minum, kain sarung, dan bekal pribadinya sepanjang berjualan.
Berdagang keliling ini dilakoninya sejak tahun 1994. Dia pun memiliki jadwal dan rute perjalanan khusus. Hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu adalah hari bekerja. Hari Senin dan Jumat adalah saatnya libur dan perkulakan barang-barang yang harus dijualnya kembali.
"Kalau dulu, saya tidak pakai sepeda. Saya memikul barang dagangan, lalu keliling dari kampung ke kampung," ungkap kakek yang tinggal di Jalan Telaga Warna, RT 6 RW 18 Kampung Nambangan, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, itu.
Setiap malam, Mbah Tohari terlebih dulu menyiapkan barang-barang dagangannya sehingga bisa berangkat berjualan pada pukul 05.30 WIB. Dia lalu akan berkeliling hingga pukul 16.00 WIB.
Pantang minta-minta
Nama Mbah Tohari menjadi perbincangan di kalangan netizen di Magelang. Banyak netizen yang menayangkan foto-foto Mbah Tohari yang tengah menuntun sepeda bututnya dan menjajakan dagangan di akun media sosial masing-masing.
Komentar demi komentar yang menyatakan keharuan sekaligus kekaguman terhadap sosok kakek bekas pejuang kemerdekaan ini pun bermunculan.
Kehidupan keras bagi lelaki tua seperti Mbah Tohari bukan menjadi sebuah penghalang untuk putus asa. Dia mengaku, hatinya memberontak jika hanya duduk berpangku tangan mengharap belas kasihan orang lain.
Mbah Tohari menuturkan, dirinya pantang mengeluh meski harus menghadapi berbagai cuaca serta tanjakan dan turunan yang tak jarang membuat napasnya tersengal-sengal saat mendorong sepeda.
"Kalau capek yang istirahat, sambil nunggu pembeli. Kalau saya diam di rumah, malah sakit badannya, pegal-pegal, jadi saya anggap (jualan) ini menjadi olahraga," tutur pria berputra lima, bercucu 10 dengan enam buyut ini.
Kondisi Mbah Tohari tidak pelak membuat iba warga yang melihatnya. Selain ada yang membeli barang dagangannya, tidak jarang pula ada yang memberinya uang kepadanya. Namun, dia sering menolak pemberian uang secara cuma-cuma.
"Saya tidak mau dikasih uang orang lain hanya karena kasihan kepada saya. Saya akan terima (uang) itu jika dia membeli barang saya, walaupun cuma sedikit," katanya.
Berdoa
Mbah Tohari yang mengaku beristri empat itu berbagi resep hidupnya. Mbah Tohari menuturkan, ia setiap malam selalu berdoa.
"Setiap malam saya berdoa, bukakan pintu surga yang seluas-luasnya. Itu saja yang saya lakukan," katanya.
Nur, salah satu pembeli, mengaku bahwa Mbah Tohari adalah langganannya. Ia sering membeli barang dagangannya saat melintas di depan rumahnya di kawasan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Dia juga pernah melihat foto Mbah Tohari di media sosial Facebook.
"Kalau pas lewat, saya biasanya beli. Saya kagum dengan beliau, sudah sepuh (lansia), tetapi masih kuat bekerja," kata Nur. [lampung.tribunnews]