Masya Allah Rakyat Lemah Terus Ditekan. Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan saat kondisi Ekonomi Sulit
Pasien BPJS Kesehatan |
POSMETRO INFO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak peka terhadap kesulitan ekonomi yang tengah mendera rakyat, karena telah menyetujui kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan bagi kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri.
“Tidak pantas Presiden menyetujui kenaikan iuran BPJS Kesehatan saat kondisi ekonomi masyarakat sulit dan data masyarakat miskin dari BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan tren kenaikan,” kata pengamat sosial dari Universitas Padjajaran (Unpad), Johan Bramansyah, kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (13/3/2016).
Menurut dia, mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa dilakukan dengan berbagai cara, bukan dengan menambah beban rakyat. Salah satunya, kata dia, menaikkan cukai rokok yang diketahui menjadi sumber tingginya masalah kesehatan pada masyarakat.
“Jangan rakyat lemah terus ditekan, kalau berani naikkan cukai rokok untuk dialokasikan bagi anggaran kesehatan,” ujarnya.
Jatuh Miskin
Ketua Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Konsumen Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, mengatakan, peserta mandiri merupakan golongan masyarakat dengan penghasilan tidak menentu, yang di dalamnya masih terdapat masyarakat miskin, hampir miskin dan berpotensi jatuh miskin. Dengan kenaikan iuran tentu sangat memberatkan, apalagi aturan BPJS mewajibkan pendaftaran bagi kategori peserta mandiri ini bukan lagi perorangan tapi langsung satu keluarga.
“Bayangkan jika dia punya lima anggota keluarga dengan penghasilan tak tentu. Ini berat sekali untuk mereka. Belum lagi untuk mengakses pelayanan kesehatan masih sulit, sehingga seringkali pengeluarannya lebih besar dari iuran yang dibayarkan,” tandas dia.
Ia mengatakan, pemerintah selalu mengatakan bahwa masyarakat miskin sudah tercakup dalam 92,4 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayarkan pemerintah. Namun faktanya, dapat dengan mudah ditemukan masyarakat tak mampu yang belum tercover BPJS Kesehatan.
“BPJS ini asuransi sosial kan? Kenapa semakin lama mirip asuransi komersial. Kalau tugas BPJS hanya proses pendaftaran peserta dan membayar klaim dari rumah sakit, lebih baik diserahkan saja ke bank BUMN untuk efektifitas dan efisiensi biaya,” tandasnya.Selain itu, Marius juga menyinggung akuntabilitas keuangan BPJS Kesehatan yang dikatakan defisit selama ini. Ia meminta agar keuangan BPJS Kesehatan dibuka kepada publik secara utuh, karena sepengetahuannya ada dana limpahan saat peralihan PT Askes menjadi BPJS Kesehatan.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan sangat tidak pantas kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan disaat pelayanan masih bermasalah dan banyaknya keluhan masyarakat.
"Masih ada pasien BPJS ditolak rumah sakit, antreannya panjang, makan waktu dan energi. Pemberian obat juga terbatas, akibatnya buruh atau pekerja rendahan harus keluar duit lagi, provider rumah sakit dan klinik swasta juga terbatas, dan sejuta masalah di BPJS Kesehatan. Bukannya ini dibenahi dulu," tandasnya.
Terkait keluhan BPJS Kesehatan tentang defisit Rp 5 triliun per tahun, kata Said, seharusnya bukan dijawab dengan menaikkan iuran. Namun akan lebih bijaksana apabila pemerintahan Jokowi-JK mendorong kenaikan alokasi PBI menjadi Rp30 triliun di APBN 2016.
"Ini kan menjadi janji Presiden Joko Widodo saat kampanye pilpres. Kami hanya ingin mengingatkan saja," ungkapnya.
DPR Menolak
Terpisah, Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf, mengaku kecewa terhadap keputusan pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan. Ia juga dengan tegas menolak kenaikan iuran ini, karena menurutnya masih banyak masyarakat yang belum bisa menikmati BPJS Kesehatan secara menyeluruh.
“Kami akan panggil lagi pemerintah untuk klarifikasi, karena Komisi IX selalu mengingatkan agar iuran tidak dinaikkan sebelum pelayanan diperbaiki. Apalagi, data PBI warga miskin yang 92 juta juga harus dibuktikan dahulu, karena sampai saat ini masih banyak warga miskin yang belum terima KIS (Kartu Indonesia Sehat),” tandasnya.
Terlebih, lanjut Dede, masih banyak jalan lain yang bisa dilakukan untuk menutupi defisit anggaran BPJS Kesehatan.
“Bisa dengan mendorong perusahaan swasta untuk mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan, membuat aturan agar peserta mandiri kelas 1 dan 2 secara disiplin membayar iuran, serta memperbaiki sistem Ina-CBG yang belum sesuai dengan biaya sebenarnya,” jelas dia.
Sebagai informasi, kenaikan iuran itu sendiri tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu sendiri diundang-undangkan pada 1 Maret lalu.
Dengan terbitnya perpres itu, besaran iuran untuk peserta mandiri kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu, kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu, serta kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.
Kenaikan serupa juga terjadi pada peserta PBI serta penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, dari sebelumnya Rp 19.225 menjadi Rp 23 ribu. Namun kenaikan iuran bagi peserta PBI tersebut sudah berlaku sejak 1 Januari lalu. [harianterbit]
sumber : http://www.posmetro.info/2016/03/rakyat-lemah-terus-ditekan-jokowi.html?m=1